Membandingan APBN Konvensional dan Islam untuk mengetahui mana yang terbaik
Selasa, 21 November 2017
Tulis Komentar
Sumber mediaindonesia.com |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (01 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Penyusunan APBN di Indonesia mempunyai landasan hukum yang kuat, yaitu pasal 23 ayat 1 UUD 1945. Bunyi pasal 23 ayat 1 UUD 1945 adalah: keuangan negara merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur rencana penerimaan dan pengeluaran negara sertan pengaruh-pengaruhnya terhadap perekonomian Negara itu sendiri.
Berikut adalah postur APBNP 2016 dan APBN 2017 Indonesia:
Dari table diatas, pendapatan negara tersesar
diperoleh dari sektor pajak. Pada tahun 2016, pendapatan negara dari pajak
sebesar Rp1.539,16 trilun, jauh meningggalkan pendapatan bukan pajak
(pendapatan SDA, laba BUMN,dll) sebesar Rp248,08 triliun. Belanja negara
terbesar di tahun 2016 adalah belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.306,69
triliun.
Dalam APBN konvensional, pendapatan negara
didapat dari 3 hal. Mungkin sudah tergambar dari table APBN diatas,
1.Melalui bisnis
Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti
perusahaan lainnya, misalnya dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Seperti halnya perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan
memberikan keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan
negara.
2. Pajak
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah
dengan cara menarik pajak dari masyarakat. Pajak dikenal dalam berbagai bentuk
seperti pajak pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan
lain-lain.
3. Meminjam utang
Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat
atau sumber-sumber yang lainnya dengan syarat harus dikembalikan dikemudian
harinya. Masyarakt harus mengetahui dan dapat informasi yang jelas bahwa di
kemudian hari mereka harus membayar pajak yang lebih besar untuk membayar utang
yang dipinjam hari ini. meminjam uang hanya bersifat sementara dan tidak boleh
dilakukan secara terus-menerus.
Penyusunan RAPBN menggunakan asumsi atau
perkiraan. Maksundnya Apa? Uang yang akan digunakan untuk belanja sebenarnya
belum ada, semua pendapatan dari pajak dan non-pajak dibuat berdasarkan data
perkiraan. Adapun dalam pembuatannya, Pemerintah menggunakan 7 indikator
ekonomi makro, yaitu :
b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
d. Nilai tukar rupiah per USD
f. Harga minyak indonesia (USD/barel)
g. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
Berdasarkan 7 indikator tersebut, dibuatnya RAPBN. Karena ini berdasarkan
asumsi, maka APBN tidak jarang mengalami defisit, untuk mengatasi difisit
negara melakukan hutang kepada pihak lain dengan mengeluarkan obligasi. Untuk
di negara-negara dengan pasar obligasi tidak berkembang dengan baik, alternatif
lain adalah mencetak uang.
2. Baitul Mal: APBN dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dizaman pemerintahan Islam, sudah dikenal
struktur APBN, misalnya di zaman Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Bentuk
struktur APBN tersebut adalah sebagai berikut :
Penerimaan
|
Pengeluaran
|
1.
Kharaj
2.
Zakat
3.
Khums
4.
Jizyah
5.
Penerimaan lain
|
1.
Penyebaran Islam
2.
Pendidikan dan Kebudayaan
3.
Pembangunan ilmu pengetahuan
4.
Pembagunan Infrastruktur
5.
Pembangunan Armada Perang dan keamanan
6.
Penyediaan layanan kesejahtraan sosial
|
Sistem
penganggaran yang dipakai didalam negara islam adalah estimasi penerimaan yang
wajar dari semua sumber negara dipersiapkan dengan hati-hati kemudian
dididtribusikan bagi berbagai kategori pengeluaran. Dengan kata lain, basis
pengeluaran di negara Islam adalah penerimaan, baru kemudian dialokasikan untuk
pengeluaran. Dengan kalimat yang lebih sederhana, sistem penganggaran Islam
didasarkan pada kaidah: “potonglah mantekmu sesuai dengan ukuran bajumu.”
Pengeluaran ditetapkan mengikuti jumlah penerimaan yang didapat negara.
Sistem
anggaran dalam Islam begitu sederhana, mudah dan logis. Di dalam sistem
tersebut, kita potong mantel berdasarkan pakain yang ada. Artinya, kita tidak
melampaui apa yang kita punya. Pengeluaran itu mengikuti penerimaan. Normalnya,
anggaran mengalami surplus atau paling tidak seimbang. Tidak diperlukan untuk
berhutang atau mencetak uang baru guna membiayai defisit.
Pada
masa Rasulullah Saw., budget deficit hanya terjadi satu kali yaitu
sebelum Perang Hunayn (pada saat jatuhnya kota Makkah). Saat itu jumlah orang
yang masuk Islam (mu’allaf) semakin banyak sehingga pengeluaran zakat lebih
besar dari pada penerimaan. Setelah itu, selama masa kepemimpinan Rasulullah
Saw. dan Khulafaur Rasyidin tidak pernah lagi terjadi budget deficit, bahkan
di zaman Utsman bin Affan r.a., APBN mengalami surplus.
3. Sumber Pendapatan Negara Islam
Sumber-sumber pendapatan
negara dizaman Rasulullah Saw. tidaklah terbatas pada zakat semata, karena
zakat sendiri baru diperkenalkan pada tahun ke 8 Hijriah. Di zaman Rasulullah
Saw., sisi penerimaan APBN terdiri dari:
a.Kharraj
Sumber
pendapatan yang pertama kali diperkenalkan zaman Rasulullah Saw. adalah
Kharraj. Kharraj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Perbedaan yang mendasar atara sistem PBB dengan
sistem Kharraj adalah bahwa Kharraj ditentukan berdasarkan tingkat
produktivitas dari tanah (land productivity) bukan berdasarkan zoning. Hal ini
berarti bahwa bisa jadi untuk tanah yang bersebelahan sekaligus misalnya di
satu sisi ditanam anggur sedangkan di sisi lain ditanam kurma, maka mereka
harus membayar jumlah Kharraj yang berbeda.
b. Zakat
Secara
umum, zakat bisa dirumuskan sebagai bagian dari harta yang wajib diberikan oleh
setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat itu adalah nisbah (jumlah minimum harta kekayaan
yang wajib dikeluarkan zakatnya), haul (jangka waktu yang ditentukan
bila seseorang wajib mengeluarkan zakat) harta, dan kadarnya (ukuran besarnya
zakat yang harus dikeluarkan).
Konsep fiqih zakat menyebutkan bahwa sistem
zakat berusaha untuk mempertemukan pihak suplus Muslim dengan pihak defisit
Muslim. Hal ini dengan harapan terjadi proyek pemerataan pendapatan antara
suplus dan defisit Muslim atau bahkan menjadikan kelompok yang deficit
(mustahik) menjadi surplus (muzaki).
Pada zaman Rasulullah Saw.
sistem manajemen zakat yang dilakukan oleh amil dibagi menjadi bebrapa bagian
yaitu :
1. Katabah, petugas
untuk mencatat para wajib zakat
2. Hasabah, petugas
untuk menaksir, menghitung zakat
3. Jubah, petugas untuk
menarik, mengambil zakat dari para muzaki
4. Kahazanah, petugas
untuk menghimpun dan memelihara harta zakat
5. Qasamah, petugas
untuk menyalurkan zakat kepada mustahik
Melihat sistem manajemen zakat
yang diterapkan oleh Rasulullah, terlihat pengelolaan zakat telah dilakukan
secara terpadu dan prefesionalisme.
Penetapan tingkat pembayaran
(rate) zakat baru dilakukan pada abad 2 Hijriah oleh Rasulullah, sekaligus
menjelaskan pula harta yang wajib dizakati, di antaranya yaitu emas, perak,
perniagaan, peternakan, dan tanaman.
c. Khums
Pemasukan negara juga didapat
dari Khums, adanya khums didasari dari QS. Al-Anfal: 41. Yang
artinya “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat
kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah,
rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Anfal : 41)
Perbedaan
pendapat timbul di antara para ulama-ulama Sunni dan ulama Syi’i dengan
menerjemahkan kalimat: “Ghanintum min Syai’in”, yang artinya “...dari apa saja
yang kamu peroleh...”. Yang diperdebatkan oleh para ulama tersebut adalah
tentang objeknya. Para ulama Syi’i mengatakan bahwa sumber pendapatannya apa
pun harus dikenal Khums sebesar 20%, sedangkan ulama Sunni beranggapan bahwa
ayat ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. Imam Abu Ubaid
menyatakan bahwa yang dimaksud Khums itu bukan saja hasil perang, tetapi juga
barang temuan dan barang tambang. Dengan demikian, di kalangan ulama Sunni ada
sedikit perkembangan dalam mengartikan Khums ini.
d. Jizyah
Jizyah adalah pajak yang
dibayar oleh orang-orang non-Muslim sebagai pengganti fasilitas sosial-ekonomi
dan layanan kesejahtraan lainnya, serta untuk mendapatkan perlindungan keamanan
dari Negara Islam. Jizyah sama sengan Poll Tax, karena orang-orang
non-Muslim tidak mengenal zakat. Jumlah yang harus dibayar sama dengan jumlah
minimal yang dibayar oleh orang Islam.
e. Penerimaan
lain
Ada
yang disebut Kaffarah yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan kepada
suami istri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa. Mereka harus
membayar denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan negara. Contoh lainnya
lagi yaitu pada zaman Umar bin Khattab r.a. ada zakat untuk melewati jembatan.
4. Pengeluaran Negara dalam Islam
Ada
dua kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan empat khalifah pada
permulaan Islam untuk mengembangkan ekonomi serta peningkata partifikasi kerja
dan produksi.
Pertama, mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi, baik dalam
kelompok sendiri maupun bekerja sama dengan kelompok lain, tanpa dibiayai oleh
Baitul mal.
Kedua, kebijakan dan tindakan aksi yang dilakukan Rasulullah dan Khulafa
ar-Rasyidin dengan mengeluarkan dana Baitul Mal.
Kebijakan
pemerintah untuk meningkat pertumbuhan ekonomi dan masyarakat pada era
permulaan Islam dibagi menjadi 6 hal, yaitu:
1.
Penyebaran
Islam
2.
Pendidikan
dan Kebudayaan
3.
Pengembangan
ilmu pengetahuan
4.
Pengembangan
insfrastruktur
5.
Pembangunan
armada perang dan penjaga keamanan
6.
Penyediaan
layanan kesejahtraan sosial
Pengeluaran
negara yang lebih banyak untuk kemaslahatan umat, adapun pada zaman Rasulullah
Saw. dan Khulafa ar-Rasyidin adalah
sebagai berikut:
Primer
|
Sekunder
|
ü Biaya pertahanan seperti
persen-jataan, unta, dan persediaan
ü Penyaluran zakat dan ushr kepada
yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut
zakat
ü Pembayaran gaji untuk guru, imam,
muadzin, dan pejabat negara
ü Pembayaran upah para sukar-elawan
ü Bantuan untuk musafir
|
ü Bantuan untuk orang yang belajar
agama di Madinah
ü Hiburan untuk para delegasi
keagamaan
ü Hiburan untuk utusan suku dan
negara serta biaya perjalanan mereka
ü Hadiah untuk pemerintah negara
lain
ü Pembayaran untuk pembebasan kaum
Muslim yang menjadi budak
ü Pembayaran denda atas mereka yang
terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan kaum Muslimin
ü Pembayaran utang orang yang
meninggal dalam keadaan miskin
ü Pembayaran tunjangan untuk orang
miskin
ü Tunjangan untuk sanak saudara
Rasulullah Saw (80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)
ü Persediaan darurat
|
Prinsip-prinsip
pengeluaran negara berikut ini dibuat oleh Majallah yakni undang-undang
Kenegaraan (kekhalifahan) Utsmaniyah, yang didasarkan pada fiqh sunni.
1.
Kriteria
utama bagi seluruh alokasi pengeluaran adalah kesejahteraan rakyat.
2.
Kepentingan
penduduk mayoritas haruslah didahulukan dibandingkan dengan kepentingan
penduduk minoritas.
3.
Menghilangkan
kesulitan haruslah lebih diutamakan daripada mendapatkan kemudahan dan
kenyamaan.
4.
Pengorbanan
atau kerugian pribadi dapat dibenarkan demi menyelamatkan pengorbanan atau
kerugian publik, dan pengorbanan atau kerugian yang lebih besar harus dapat
dihindari dengan memberikan pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5.
Barangsiapa
menerima manfaat harus menanggung biaya.
Kelima
prinsip di atas haruslah dengan ketat ditaati ketika menyusun alokasi
pengeluaran untuk berbagai sektor dan sasaran pengeluaran. Aturan nomor 2,3,4
dan 5 dapat juga diterapkan kepada perpajakan.
Daftar
Pustka
Adiwarman
Karim, Ekonomi makro islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
M.
Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Media Group, 2012
Buku
II Nota Keuangan Berserta APBN Tahun Anggaran 2017 http://kemenkeu.go.id/
Mustafa
E.Nasution DKK, Pengenalan eksklusif ekonomi islam, Jakarta: Prenadamedia
group, 2015
Mawaddah rahmi, APBN Konvensional,
mawaddahrahmidede.blogspot.co.id/ 2016/03/apbn-konvensional.html Kamis, 17 Maret 2016
Belum ada Komentar untuk "Membandingan APBN Konvensional dan Islam untuk mengetahui mana yang terbaik"
Posting Komentar