Membandingan APBN Konvensional dan Islam untuk mengetahui mana yang terbaik

Sumber mediaindonesia.com
 1.APBN Konvensional
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran  (01 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

Penyusunan APBN di Indonesia mempunyai landasan hukum yang kuat, yaitu pasal 23 ayat 1 UUD 1945. Bunyi pasal 23 ayat 1 UUD 1945 adalah: keuangan negara merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur rencana penerimaan dan pengeluaran negara sertan pengaruh-pengaruhnya terhadap perekonomian Negara itu sendiri.
Berikut adalah postur APBNP 2016 dan APBN 2017 Indonesia:


Dari table diatas, pendapatan negara tersesar diperoleh dari sektor pajak. Pada tahun 2016, pendapatan negara dari pajak sebesar Rp1.539,16 trilun, jauh meningggalkan pendapatan bukan pajak (pendapatan SDA, laba BUMN,dll) sebesar Rp248,08 triliun. Belanja negara terbesar di tahun 2016 adalah belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.306,69 triliun.
Dalam APBN konvensional, pendapatan negara didapat dari 3 hal. Mungkin sudah tergambar dari table APBN diatas,

1.Melalui bisnis
Pemerintah dapat melakukan bisnis seperti perusahaan lainnya, misalnya dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Seperti halnya perusahaan lain, dari perusahaan negara ini diharapkan memberikan keuntungan yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan negara.

2. Pajak
Penghimpunan dana yang umum dilakukan adalah dengan cara menarik pajak dari masyarakat. Pajak dikenal dalam berbagai bentuk seperti pajak pendapatan, pajak penjualan, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.

3. Meminjam utang
Pemerintah dapat meminjam uang dari masyarakat atau sumber-sumber yang lainnya dengan syarat harus dikembalikan dikemudian harinya. Masyarakt harus mengetahui dan dapat informasi yang jelas bahwa di kemudian hari mereka harus membayar pajak yang lebih besar untuk membayar utang yang dipinjam hari ini. meminjam uang hanya bersifat sementara dan tidak boleh dilakukan secara terus-menerus.

Penyusunan RAPBN menggunakan asumsi atau perkiraan. Maksundnya Apa? Uang yang akan digunakan untuk belanja sebenarnya belum ada, semua pendapatan dari pajak dan non-pajak dibuat berdasarkan data perkiraan. Adapun dalam pembuatannya, Pemerintah menggunakan 7 indikator ekonomi makro, yaitu :

a. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
c. Inflasi (%)
d. Nilai tukar rupiah per USD
e. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
f. Harga minyak indonesia (USD/barel)
g. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)

Berdasarkan 7 indikator tersebut, dibuatnya RAPBN. Karena ini berdasarkan asumsi, maka APBN tidak jarang mengalami defisit, untuk mengatasi difisit negara melakukan hutang kepada pihak lain dengan mengeluarkan obligasi. Untuk di negara-negara dengan pasar obligasi tidak berkembang dengan baik, alternatif lain adalah mencetak uang.

2. Baitul Mal: APBN dalam Perspektif Ekonomi Islam

 Dizaman pemerintahan Islam, sudah dikenal struktur APBN, misalnya di zaman Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Bentuk struktur APBN tersebut adalah sebagai berikut :
Penerimaan
Pengeluaran
1. Kharaj
2. Zakat
3. Khums
4. Jizyah
5. Penerimaan lain
1. Penyebaran Islam
2. Pendidikan dan Kebudayaan
3. Pembangunan ilmu pengetahuan
4. Pembagunan Infrastruktur
5. Pembangunan Armada Perang dan keamanan
6. Penyediaan layanan kesejahtraan sosial

Sistem penganggaran yang dipakai didalam negara islam adalah estimasi penerimaan yang wajar dari semua sumber negara dipersiapkan dengan hati-hati kemudian dididtribusikan bagi berbagai kategori pengeluaran. Dengan kata lain, basis pengeluaran di negara Islam adalah penerimaan, baru kemudian dialokasikan untuk pengeluaran. Dengan kalimat yang lebih sederhana, sistem penganggaran Islam didasarkan pada kaidah: “potonglah mantekmu sesuai dengan ukuran bajumu.” Pengeluaran ditetapkan mengikuti jumlah penerimaan yang didapat negara.

Sistem anggaran dalam Islam begitu sederhana, mudah dan logis. Di dalam sistem tersebut, kita potong mantel berdasarkan pakain yang ada. Artinya, kita tidak melampaui apa yang kita punya. Pengeluaran itu mengikuti penerimaan. Normalnya, anggaran mengalami surplus atau paling tidak seimbang. Tidak diperlukan untuk berhutang atau mencetak uang baru guna membiayai defisit.

Pada masa Rasulullah Saw., budget deficit hanya terjadi satu kali yaitu sebelum Perang Hunayn (pada saat jatuhnya kota Makkah). Saat itu jumlah orang yang masuk Islam (mu’allaf) semakin banyak sehingga pengeluaran zakat lebih besar dari pada penerimaan. Setelah itu, selama masa kepemimpinan Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin tidak pernah lagi terjadi budget deficit, bahkan di zaman Utsman bin Affan r.a., APBN mengalami surplus.

3. Sumber Pendapatan Negara Islam

Sumber-sumber pendapatan negara dizaman Rasulullah Saw. tidaklah terbatas pada zakat semata, karena zakat sendiri baru diperkenalkan pada tahun ke 8 Hijriah. Di zaman Rasulullah Saw., sisi penerimaan APBN terdiri dari:

a.Kharraj
Sumber pendapatan yang pertama kali diperkenalkan zaman Rasulullah Saw. adalah Kharraj. Kharraj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Perbedaan yang mendasar atara sistem PBB dengan sistem Kharraj adalah bahwa Kharraj ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas dari tanah (land productivity) bukan berdasarkan zoning. Hal ini berarti bahwa bisa jadi untuk tanah yang bersebelahan sekaligus misalnya di satu sisi ditanam anggur sedangkan di sisi lain ditanam kurma, maka mereka harus membayar jumlah Kharraj yang berbeda.

b. Zakat
Secara umum, zakat bisa dirumuskan sebagai bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu adalah nisbah (jumlah minimum harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya), haul (jangka waktu yang ditentukan bila seseorang wajib mengeluarkan zakat) harta, dan kadarnya (ukuran besarnya zakat yang harus dikeluarkan).

Konsep fiqih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha untuk mempertemukan pihak suplus Muslim dengan pihak defisit Muslim. Hal ini dengan harapan terjadi proyek pemerataan pendapatan antara suplus dan defisit Muslim atau bahkan menjadikan kelompok yang deficit (mustahik) menjadi surplus (muzaki).

Pada zaman Rasulullah Saw. sistem manajemen zakat yang dilakukan oleh amil dibagi menjadi bebrapa bagian yaitu :
1. Katabah, petugas untuk mencatat para wajib zakat
2. Hasabah, petugas untuk menaksir, menghitung zakat
3. Jubah, petugas untuk menarik, mengambil zakat dari para muzaki
4. Kahazanah, petugas untuk menghimpun dan memelihara harta zakat
5. Qasamah, petugas untuk menyalurkan zakat kepada mustahik
Melihat sistem manajemen zakat yang diterapkan oleh Rasulullah, terlihat pengelolaan zakat telah dilakukan secara terpadu dan prefesionalisme.

Penetapan tingkat pembayaran (rate) zakat baru dilakukan pada abad 2 Hijriah oleh Rasulullah, sekaligus menjelaskan pula harta yang wajib dizakati, di antaranya yaitu emas, perak, perniagaan, peternakan, dan tanaman.

c. Khums
Pemasukan negara juga didapat dari Khums, adanya khums didasari dari QS. Al-Anfal: 41. Yang artinya “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Anfal : 41)

Perbedaan pendapat timbul di antara para ulama-ulama Sunni dan ulama Syi’i dengan menerjemahkan kalimat: “Ghanintum min Syai’in”, yang artinya “...dari apa saja yang kamu peroleh...”. Yang diperdebatkan oleh para ulama tersebut adalah tentang objeknya. Para ulama Syi’i mengatakan bahwa sumber pendapatannya apa pun harus dikenal Khums sebesar 20%, sedangkan ulama Sunni beranggapan bahwa ayat ini hanya berlaku untuk harta rampasan perang saja. Imam Abu Ubaid menyatakan bahwa yang dimaksud Khums itu bukan saja hasil perang, tetapi juga barang temuan dan barang tambang. Dengan demikian, di kalangan ulama Sunni ada sedikit perkembangan dalam mengartikan Khums ini.

d. Jizyah
Jizyah adalah pajak yang dibayar oleh orang-orang non-Muslim sebagai pengganti fasilitas sosial-ekonomi dan layanan kesejahtraan lainnya, serta untuk mendapatkan perlindungan keamanan dari Negara Islam. Jizyah sama sengan Poll Tax, karena orang-orang non-Muslim tidak mengenal zakat. Jumlah yang harus dibayar sama dengan jumlah minimal yang dibayar oleh orang Islam.

e. Penerimaan lain
Ada yang disebut Kaffarah yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan kepada suami istri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa. Mereka harus membayar denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan negara. Contoh lainnya lagi yaitu pada zaman Umar bin Khattab r.a. ada zakat untuk melewati jembatan.

4. Pengeluaran Negara dalam Islam

Ada dua kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan empat khalifah pada permulaan Islam untuk mengembangkan ekonomi serta peningkata partifikasi kerja dan produksi.

Pertama, mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi, baik dalam kelompok sendiri maupun bekerja sama dengan kelompok lain, tanpa dibiayai oleh Baitul mal.
Kedua, kebijakan dan tindakan aksi yang dilakukan Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyidin dengan mengeluarkan dana Baitul Mal.

Kebijakan pemerintah untuk meningkat pertumbuhan ekonomi dan masyarakat pada era permulaan Islam dibagi menjadi 6 hal, yaitu:
1.      Penyebaran Islam
2.      Pendidikan dan Kebudayaan
3.      Pengembangan ilmu pengetahuan
4.      Pengembangan insfrastruktur
5.      Pembangunan armada perang dan penjaga keamanan
6.      Penyediaan layanan kesejahtraan sosial

Pengeluaran negara yang lebih banyak untuk kemaslahatan umat, adapun pada zaman Rasulullah Saw. dan Khulafa ar-Rasyidin  adalah sebagai berikut:
Primer
Sekunder
ü  Biaya pertahanan seperti persen-jataan, unta, dan persediaan
ü  Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat
ü  Pembayaran gaji untuk guru, imam, muadzin, dan pejabat negara
ü  Pembayaran upah para sukar-elawan
ü  Bantuan untuk musafir
ü  Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah
ü  Hiburan untuk para delegasi keagamaan
ü  Hiburan untuk utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka
ü  Hadiah untuk pemerintah negara lain
ü  Pembayaran untuk pembebasan kaum Muslim yang menjadi budak
ü  Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan kaum Muslimin
ü  Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin
ü  Pembayaran tunjangan untuk orang miskin
ü  Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah Saw (80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya)
ü  Persediaan darurat

Prinsip-prinsip pengeluaran negara berikut ini dibuat oleh Majallah yakni undang-undang Kenegaraan (kekhalifahan) Utsmaniyah, yang didasarkan pada fiqh sunni.
1.      Kriteria utama bagi seluruh alokasi pengeluaran adalah kesejahteraan rakyat.
2.      Kepentingan penduduk mayoritas haruslah didahulukan dibandingkan dengan kepentingan penduduk minoritas.
3.      Menghilangkan kesulitan haruslah lebih diutamakan daripada mendapatkan kemudahan dan kenyamaan.
4.      Pengorbanan atau kerugian pribadi dapat dibenarkan demi menyelamatkan pengorbanan atau kerugian publik, dan pengorbanan atau kerugian yang lebih besar harus dapat dihindari dengan memberikan pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil.
5.      Barangsiapa menerima manfaat harus menanggung biaya.
Kelima prinsip di atas haruslah dengan ketat ditaati ketika menyusun alokasi pengeluaran untuk berbagai sektor dan sasaran pengeluaran. Aturan nomor 2,3,4 dan 5 dapat juga diterapkan kepada perpajakan.

Daftar Pustka
Adiwarman Karim, Ekonomi makro islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014
M. Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Media Group, 2012
Buku II Nota Keuangan Berserta APBN Tahun Anggaran 2017 http://kemenkeu.go.id/
Mustafa E.Nasution DKK, Pengenalan eksklusif ekonomi islam, Jakarta: Prenadamedia group, 2015
Mawaddah rahmi, APBN Konvensional, mawaddahrahmidede.blogspot.co.id/ 2016/03/apbn-konvensional.html Kamis, 17 Maret 2016

Belum ada Komentar untuk "Membandingan APBN Konvensional dan Islam untuk mengetahui mana yang terbaik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel