Mampukah Wakaf Memakmurkan Indonesia?

Memiliki rumah layak, kendaaraan memadai, asupan gizi yang cukup, mendapatkan pendidikan yang baik menjadi dambaan setiap masyarakat. Faktanya tidak semua orang mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.

Menurut data BPS (2017), terdapat 4,04 persen anak putus sekolah, bahkan terdapat 12,64 persen anak usia 5-17 tahun tidak atau belum mendapatkan pendidikan disekolah.

Bagi anak perempuan ini akan meningkatkan angka pernikahan anak. Masih data yang sama, terdapat 0,74 persen perempuan usia 10-17 tahun sudah menikah. Pernikahan usia anak memiliki risiko yang besar, seperti pada proses kehamilan dan melahirkan, risiko reproduksi dan kematian ibu, hilangnya kesempatan pendidikan, dan yang paling parah ada kemungkinan mendapatakan kekerasa dalam rumah tangga (KDRT). Risiko itu akan dihadapkan pada ibu muda di negera ber-flower.

Sedangkan, anak laki-laki akan bekerja membantu perekonomian keluarga. Saat ini terdapat 25,80 persen anak usia 10-17 tahun yang bekerja lebih dari 40 jam perminggu. Porsi ini melebih kerja orang dewasa yang hanya 40 jam per minggu.

Akses sanitasi yang layak juga belum merata. Pada tahun 2018 masih ada 30,73 persen rumah tangga belum Memiliki Akses terhadap Sanitasi Layak. Sanitasi yang buruk akan menyebabkan mudah terserang penyakit, seperti kolera, demam tifoid, diare, disenteri, hepatitis A, hepatitis E, cacingan dan tifus. Pada tahun 2003 diperkirakan 100.000 anak usia dibawah tiga tahun meninggal akibat diare. Wow.

Penyebab masalah diatas adalah masih tinggi tingkat kemiskinan di Indonesia. Persentase penduduk miskin pada Maret 2019 sebesar 9,41 persen, menurun 0,41 persen poin terhadap Maret 2018. Walau pun menurun, angka ini masih tinggi. Masih ada  25,14 juta orang berada digaris kemiskinan.

Solusi dari Islam

 
Untuk menyelesaikan masalah ini, wakaf bisa bisa menjadi salah satu cara yang ditawarkan Islam. Wakaf berbeda dari zakat. Zakat merupakan obligasi wajib yang harus dibayar, dan hanya boleh di berikan kepada 8 ashnaf (golongan). Sedangkan, penerima manfaat wakaf lebih luas. Dalam wakaf tidak boleh menghilangkan pokok harta yang di wakafkan, seperti hadist Rasullah yang memerintahkan untuk menahan pokoknya dan salurkan hasilnya. Hadist ini mengisyaratkan wakaf agar dikelolah dengan produktif.

Kenapa harus wakaf produktif?

Wakaf produktif akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi banyak orang. Semua sektor yang menjadi kebutuhan umat bisa mendapatkan sentuhan dana wakaf, seperti pendidikan, kesehatan, tempat ibadah, perkebunan, dan aspek lain

Lihat, bagaimana Mesir mengelolah dana wakaf. Universitas al-Azhar merupakan hasil pengelolaah wakaf produktif.  Kampus yang didirikan tahun 970 M ini mampu memberikan beasiswa kepada banyak orang di seluruh dunia. Termasuk mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan disana. Jumlahnya juga tidak sedikit, bukan ratusan tapi ribuan orang mendapatkan pendidikan gratis dari al-Azhar.

Negara dengan minoritas muslim seperti Singapura juga memiliki perhatian  terhadap wakaf. Majelis Ugama Singapura (MUIS) dalam membangun wakaf produktif memiliki andil besar dalam pengelolaan asset wakaf. Pada tahun 2010, properti wakaf di Singapura mencapai nilai SGD 500 milyar (Rp 3,5 Triliyun) yang terdiri atas beragam perumahan, perkantoran, pusat bisnis, hingga serviced apartemen. Hasil dari pengelolaan wakaf produktif menghasilkan surplus hingga SGD 3 juta (Rp 21 milyar). Sekitar 60 persen digunakan untuk memelihara 69 masjid di Singapura. Bagian lain digunakan untuk pengembangan pendidikan dan karitas lain.

Di Indonesia juga terdapat yayasan serupa, yaitu Yayasan Raudhatul Muta’allimin (YRC) Jakarta. YRC mengelolah tiga unit pendidikan, yaitu Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Terdapat 420 siswa yang menempuh pendidikan disini. Semua siswa tidak dipungut biaya alias gratis. Seluruh operasional didapat dari sewa gedung,  hasil kerjasama dengan investor. Kerjasama ini membuat YRC bisa mengantongi Rp 900 juta setiap tahunnya.


Selain itu, ada juga Masjid Jamie Darussalam Jakarta Pusat yang melakukan wakaf produktif. Masjid dua lantai ini berdiri di atas lahan sekitar 800 meter persegi. Lantai atas merupakan bangunan khusus untuk sholat dan ibadah, sedangkan lantai satu digunakan sebagai gedung serba guna untuk disewakan. Pemasukan dari hasil sewa digunakan untuk kebutuhan operasional, sehingga masjid tidak bergantung kepada sumbangan jamaah.

Ada juga wakaf tanah Habib Bugak Asyi dan kawan-kawan di Makkah. Wakaf ini dikelolah secara produktif oleh nazdir (pengelola) disana. Sampai akhirnya berkembang dan memiliki 5 asset besar, yaitu Hotel Elaf Masyair dengan kapasitas 650 kamar, Hotel Ramada dengan kapasitas 1.800 kamar, Hotel Wakaf Habib Bagak Asyi kapasitas 750 kamar, Kantor Wakaf Habib Bugak Asyi dan gedung sebagai tempat tinggal warga keturunan Aceh.

Sampai dengan saat ini, diperkirakan keuntungan mencapai 200 juta riyal atau setara Rp 5,2 triliun. Sesuai dengan ikral pemberi wakaf, hasil ini diberikan kepada warga aceh yang pergi haji atau bermukim di Makkah. Pada tahun 2019, jamaah haji asal Aceh masing-masing mendapatkan bagi hasil sebesar 1.200 riyal (Rp 4,5 juta) dan satu mushaf al-Qur’an.

Mampukah Wakaf Membuat Indonesia Maju?

Indonesia merupakan penduduk muslim terbesar di dunia. Terdapat 86 persen penduduk memeluk agama yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. Ini menjadi potensi besar untuk membuat wakaf produktif yang  dampak sosial ekonomi, sehingga penduduk Indonesia bisa makmur dan sejahtera.

Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), terdapat 5,50 miliar meter persegi tanah wakaf yang tersebar di seluruh tanah air. Tanah wakaf paling panyak digunakan untuk mendirikan rumah ibadah, kuburan, dan pesantren. Semua ini baik, tapi akan lebih indah jika di kolaborasikan dengan produktifitas, sehingga asset yang ada terus berkembang.

Untuk mengembangkan asset wakaf dibutuhkan nazdir yang profesional, kreatif dan inovasi. Tanpa adanya ketiga hal ini, akan sulit wakaf yang ada akan berkembang dengan baik.

Selain itu, modal untuk menghidupkan wakaf tanah menjadi persoalan dalam mengembangkan wakaf produktif. Sehingga ada pemikiran wakaf bisa berupa uang.

Pada tahun 2002, MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan boleh (jawaz) terhadap wakaf uang, kemudian pada tahun 2004 lahir UU tentang wakaf uang. Sehingga dua hukum ini memperkuat bolehnya wakaf uang di Indonesia.

Mengeluarkan wakaf produktif akan memberikan timbal balik yang sesuai kepada wakif (orang yang berwakaf).  Coba dibayangkan, jika Anda seorang pengusaha hebat yang memiliki perusahaan mobil, sedangkan orang-orang disekitar Anda memiliki ekonomi lemah. Apakah mobil Anda akan terjual keras? Tentu tidak! Paling hanya laku sedikit atau bisa saja tidak terjual sama sekali. Tapi coba semua orang berada dalam keadaan ekonomi bagus, tentu mobil yang Anda jual akan laku.

“Saya bukan pengusaha, berarti saya tidak mendapatkan manfaatnya dong”. Tunggu dulu? Jika Anda seorang karyawan, Produk-produk perusahaan akan lebih mudah terjual, karena semua orang memiliki uang. Ketika omset perusahaan meningkat, dengan sendirinya gaji akan naik, belum lagi akan dapat bonus dari omset yang melebihi target. Ini juga akan memberikan dampak terhadap pemasukan negara, yaitu pendapatan pajak akan meningkat.

Akhir kata……

Permasalah di Indonesia terlalu komplek dan harus cepat diselesaikan. Masyarakat tidak bisa hanya menyerahkan kepada pemerintah tanpa melakukan apa pun. Indonesia bisa menjadi negara makmur dan besar, jika seluruh masyarakat bekerjasama untuk saling gotong royang, bahu membahu membangun bangsa.




Refrensi: kompas, bps, bwi, dan sumber lainnya
Sumber gambar : beritawakaf, merdeka, dan BWI

5 Komentar untuk "Mampukah Wakaf Memakmurkan Indonesia?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel